1
Niat ikhlas karena Allah
Allah SWT berfirman,
"Padahal mereka tidak diperintah, kecuali supaya beribadah
kepada Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama-Nya dengan lurus." (Al-Bayyinah:5).
Dan sabda Nabi saw, "Sesungguhnya segala amal perbuatan
bergantung pada niatnya.” (teks hadits dan takhirijnya sudah
termaktub dalam pembahasan syarat-syarat sahnya wudhu’).
2.
Wuquf di ’Arafah.
Berdasarkan sabda
Rasulullah saw. , ”Haji adalah ’Arafah (Wukuf).”
(Shahih: Shahih Ibnu Majah no:2441, Tirmidzi II:188 no:890, Nasa’i
V:264, Ibnu Majah II: 1003 no:3015. dan ’Aunul Ma’bud V:425
no:1933).
Dari ’Uwah ath-Thai r.a.
bertutur, Aku pernah datang menemui Nabi saw. di Musdalifah sewaktu
beliau pergi untuk shalat, lalu aku berkata, ”Ya Rasulullah,
sejatinya aku datang dari dua gunung Thai; sangat letih untukku dan
telah wuquf disana, lalu apakah ibadah haji saya sah?” Maka jawab
Rasulullah saw., ”Barangsiapa yang mengikuti shalat kami ini
dan wuquf bersama kami hingga kami bertolak (dari sini) dan
sebelumnya telah wuquf di ’Arafah pada siang atau malam hari, maka
sempurnalah ibadah hajinya dan hilanglah kotorannya (Artinya dia
telah melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya berupa manasik,
pent.)” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 2442, Tirmidzi II: 188
no:892, ’Aunul Ma’bud V:427 no:1934, dan Ibnu Majah II: 1004
no.3016 serta Nasa’i no:263).
3.
Mabit di Muzdalifah hingga terbit matahari dan shalat shubuh
di sana. Sebagaimana yang termaktub dalam hadits di atas:
“Barangsiapa yang
mengikuti shalat kami dan wuquf bersama kami hingga kami bertolak
(dari sini menuju Mina), dan sebelumnya telah wuquf di ‘Arafah pada
siang atau malam hari maka sempurnalah ibadah hajinya dan hilanglah
kotorannya.”
4.
Melakukan Thawaf Ifadhah.
Allah SWT berfirman,
“Dan hendaklah mereka melakukan thawaf di sekeliling rumah yang
mulia (Baitullah).” (Al-Hajj :29).
Dari Aisyah r.a. bertutur,
Shafiyah binti Huyay datang bulan setelah sebelumnya saya
informasikan kepada Rasulullah saw, maka beliau bertanya, apakah ia
menyebabkan kita tertahan atau terhalang dalam perjalanan kita
sekarang ini (dengan sebab tidak dapat mengerjakan thawaf ifadhah
karena halnya itu, pent.)?” Saya jawab, “Ya Rasulullah, bahwa
Shafiyah sudah mengerjakan thawaf ifadhah dan sudah thawaf di
sekeliling Baitullah, kemudian setelah melakukan thawaf ifadhah ia
haidh.” Maka sabda Beliau, “Kalau begitu hendaklah dia keluar
[pulang bersama kami]!” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari
III:567 no:1733, Muslim II:964 no:1211, ’Aunul Ma’bud V:486
no:1987, Nasa’i I:194, Tirmidzi II:210 no:949 dan Ibnu Majah II:
1021 no:30725).
Jadi, sabda Nabi saw.,
“Apakah ia menyebabkan kita tertahan, ini menunjukkan bahwa thawaf
ifadhah merupakan suatu kemestian yang harus dilaksanakan, dan ia
menjadi penghalang dan penahan bagi orang yang belum mengerjakkannya.
5.
Melakukan sa’i antara Shawaf dan Marwah, karena Rasulullah
saw. melakukannya, bahkan beliau juga memerintahkannya:
“Bersa’ilah;
karena sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian melakukan sa’i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar